Tahun lalu tepatnya 17 Oktober 2024, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mengeluarkan aturan tentang HALAL Logistik atau Logistik Halal.
BPJPH adalah badan pemerintah yang berwenang menerbitkan sertifikat, mungkin yang kita tahu biasanya Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sering menerbitkan sertifikat halal, namun MUI tetap berperan dalam memberikan fatwa halal sebagai dasar sertifikasi yang diadakan oleh BPJPH.
Ingin Tahu Lebih Detil tentang HALAL Logistik atau Logistik Halal?
Perlu dipahami bahwa fokus utama logistik halal bukanlah melarang pengiriman barang non-halal secara mutlak, melainkan mencegah terjadinya kontaminasi silang (cross-contamination) antara produk halal dengan produk/bahan yang non-halal atau najis.
Direktur Utama LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, MSi., menyampaikan definisi informal dalam acara “Launching Halal Logistik dalam Inticorp Logistics Group” yang diselenggarakan oleh PT. Intitrans Bintang Utama pada 02 Maret 2023 di Hotel Santika, Jakarta.
“Logistik halal adalah proses penanganan arus bahan atau produk melalui rantai pasokan yang sesuai dengan standar halal, sehingga bebas dari najis yang dapat mengontaminasi bahan/produk halal. Ruang lingkup diantaranya mencakup penyimpanan, pendistribusian dan pengemasan”
Sehingga secara harfiah, hal ini bukan tentang sertifikasi, tapi lebih kepada prosesnya, sehingga HALAL Logistik atau Logistik Halal adalah sistem manajemen sepanjang supply chain atau rantai pasok yang mengatur dan menganut standarisasi Halal mulai dari pengemasan barang, penyimpanan barang hingga pendistribusian.
Seluruh standarisasi Halal yang dimaksud adalah sesuai dengan syariat Islam.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, fokus utama Halal Logistik atau Logistik Halal adalah mencegah terjadinya kontaminasi silang, sehingga dalam proses logistiknya perlu dipisah semua prosesnya dari hulu ke hilir.
Sehingga sebagian besar perusahaan logistik yang sudah menganut atau memiliki sertifikasi halal akan memiliki kecendrungan menolak barang yang termasuk dalam barang tidak halal atau semacamnya
Lalu barang apa saja yang sekiranya perlu dipisah dalam proses Halal Logistik atau Logistik Halal?
Pada operasionalnya barang yang perlu dipisah adalah barang-barang yang tidak boleh dikirim bersamaan, disimpan berdekatan, atau diangkut menggunakan armada yang sama (tanpa proses pembersihan syariah/sertu) dengan produk HALAL.
Dalam Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) untuk logistik, terdapat definisi barang yang perlu di pisah seperti barang Najiz, barang non-Halal, barang Haram dan barang Mudharat.
Untuk lebih jelasnya barang apa saja yang harus dipisah, adalah sebagai berikut
1. Barang Kategori Najis Berat (Mughallazah)
Ini adalah prioritas tertinggi yang harus dihindari agar tidak bersinggungan dengan produk halal.
- Babi: Semua produk yang berasal dari babi, termasuk daging, lemak (lard), kulit, dan turunannya (seperti gelatin babi, sosis, dll).
- Anjing: Termasuk air liur, kotoran, dan bagian tubuhnya.
- Turunannya: Apapun yang berasal atau merupakan turunan dari babi dan anjing.
Jika fasilitas logistik (gudang, truk, kontainer) pernah digunakan untuk mengangkut barang kategori ini, fasilitas tersebut harus melalui proses pembersihan khusus (dicuci 7 kali, salah satunya dengan tanah atau substitusi yang disetujui) sebelum dapat digunakan untuk produk halal.
2. Barang Kategori Non-Halal dan Najis Lainnya
Barang-barang ini juga harus dipisahkan secara fisik dan jelas dari produk halal selama penyimpanan dan transportasi.
- Khamr (Minuman Beralkohol): Minuman yang memabukkan dan turunannya yang dikonsumsi.
- Darah: Darah yang mengalir.
- Bangkai: Daging dari hewan yang mati tidak melalui proses penyembelihan syar’i (kecuali ikan dan belalang).
- Kotoran dan Urin: Baik dari manusia maupun hewan (yang dianggap najis).
- Bahan Berbahaya dan Beracun (B3): Meskipun tidak najis secara syariah, bahan kimia berbahaya harus dipisahkan untuk mencegah kontaminasi yang membahayakan keamanan produk halal.
3. Ditolak Sertifikasi (Haram/Mudharat)
Kategori ini mirip dengan rokok. Barangnya mungkin tidak najis secara zat (bukan najis ‘ain seperti babi), namun BPJPH dan MUI tidak akan mensertifikasinya karena konsumsi atau penggunaannya dilarang (haram).
Alasan: Meskipun bahannya mungkin halal, penamaan atau bentuknya bertentangan dengan etika dan syariat Islam, sehingga sertifikasinya akan ditolak.
- Narkotika dan Psikotropika (NAPZA):
- Contoh: Ganja, heroin, sabu-sabu (methamphetamine), ekstasi, dan obat-obatan terlarang lainnya.
- Alasan: Barang-barang ini jelas haram karena sifatnya yang memabukkan, merusak akal, dan membahayakan jiwa. Meskipun zat kimianya sendiri mungkin tidak najis, status hukumnya adalah haram untuk dikonsumsi.
- Vape (Rokok Elektrik) dan Cairannya (Liquid):
- Contoh: Perangkat vape dan liquid vape.
- Alasan: Sama seperti rokok, organisasi seperti Muhammadiyah telah memfatwakan haram. MUI juga cenderung menganggapnya mubazir (sia-sia) dan khaba’is (buruk/membahayakan), sehingga BPJPH tidak akan memproses sertifikasi halalnya.
- Produk dengan Nama atau Bentuk Tidak Sesuai Syariah:
- Contoh: Makanan/minuman dengan nama seperti “Rawon Setan”, “Mie Kuntilanak”, atau cokelat berbentuk vulgar.
Saat ini Layanan TheLorry sudah menganut Halal logistik sehingga tidak menerima pengiriman barang-barang seperti yang telah dijelaskan diatas.
Referensi
1. Portal Resmi BPJPH (Regulator Utama)
Website Resmi BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal)
https://bpjph.halal.go.id/
Sumber informasi terpusat untuk semua regulasi, standar, dan layanan terkait halal di Indonesia serta sertifikasi halal (SIHALAL), termasuk logistik.
2. Undang-Undang (Payung Hukum Utama)
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH)
https://bpjph.halal.go.id/regulasi/uu-no-33-tahun-2014-tentang-jaminan-produk-halal
Dasar dari semua peraturan halal di Indonesia, meskipun UU ini telah diperbarui oleh UU Cipta Kerja, dapat menjadi naskah dasar yang memperkenalkan kewajiban sertifikasi halal untuk produk dan jasa (termasuk logistik).
3. Peraturan Pelaksana (Aturan Teknis)
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (PP 39/2021)
https://peraturan.bpk.go.id/Details/161927/pp-no-39-tahun-2021
Ini adalah aturan paling penting yang merinci bagaimana UU JPH dilaksanakan, termasuk penjelasan rinci mengenai kewajiban logistik. Di dalam PP ini dijelaskan secara rinci kewajiban pemisahan fasilitas, armada, dan penanganan produk halal dalam proses penyimpanan, pendistribusian, dan penjualan. Khususnya di Bagian Kelima: Tempat Penyimpanan, dan Bagian Ketujuh: Pendistribusian
- Memisahkan (Segregasi): Wajib memisahkan lokasi, tempat, dan alat untuk pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk halal dari yang tidak halal.
- Menjaga Kebersihan: Fasilitas dan alat yang digunakan harus bebas dari najis atau bahan non-halal.
- Proses Sertu: Jika fasilitas (seperti gudang atau truk) pernah digunakan untuk mengangkut produk najis berat (babi/anjing), wajib dilakukan pembersihan syariah (sertu) sebelum digunakan untuk produk halal.






Recent Comments